Menurut Fenton
(1996), asesmen (assessment) atau pengukuran hasil belajar ialah pengumpulan
informasi yang relevan, yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka pengambilan
keputusan. Sedangkan penilaian atau evaluasi (evaluation) ialah aplikasi suatu
standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap data asesmen, yaitu untuk
menghasilkan keputusan (judgments) tentang besarnya dan kelayakan pembelajaran
yang telah berlangsung. [1]. Asesmen
hasil belajar mahasiswa merupakan satu kesatuan atau bagian dari pembelajaran.
Apalah artinya suatu proses pembelajaran apabila tidak diukur hasil
pembelajarannya. Kata asesmen berasal dari Latin assidere, yang berarti
sit beside. Dalam konteks pendidikan, hal ini meliputi kegiatan
mengobservasi belajarnya mahasiswa, yaitu mendeskripsikan, mengumpulkan,
merekam, memberi markah (skor), dan menginterpretasi informasi mengenai
pembelajaran mahasiswa. Kegunaan utama asesmen sebagai bagian dari proses
belajar ialah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan mahasiswa secara
individual. Mengajar tanpa mengetahui apakah hasil mengajarnya itu telah
“menjadikan mahasiswa itu belajar”, belumlah dapat dikatakan sebagai
“mengajar”.
Untuk Neng Lia ini cara menghitung jumlah soal agar proporsional dan Adil
Contoh Soal tahun yang lalu untuk neng Lia
Proses belajar mengajar
memang dilakukan dalam kelompok atau kelas, tetapi seyogianya seorang pengajar hendaknya
peduli (concern) atas pemahaman dan kemajuan belajar setiap mahasiswa secara
individual. Kadang seorang dosen menganggap dirinya sudah mengajar dengan baik,
dan sudah puas apabila ada satu atau dua mahasiswa yang dapat memperoleh skor
tinggi, meskipun lebih dari 80 % mahasiswanya memperoleh skor di bawah
rata-rata. Pada zaman dulu, dosen yang hanya meluluskan sedikit mahasiswa itu
dinamakan dosen “killer”, dan merupakan suatu kebanggaan bagi dosen bahwa mata
kuliahnya paling sukar untuk dilulusi. Dalam hal ini dosen imenggunakan dirinya
sendiri sebagai standar pengukuran kemampuan mahasiswa, bukannya standar yang
dirumuskan dalam tujuan (Tujuan Instruksional Umum dan Khusus), sehingga
mahasiswa yang tidak lulus dianggap bodoh atau malas. Di manakah letak kesalahan
dalam proses belajar mengajar, apakah pada mahasiswa yang “belum belajar” karena
bodoh, atau dosen yang “belum mengajar” dengan baik, karena menerapkan sistem
pengukuran yang tidak sesuai atau tidak absah.
Orientasi
pembelajaran sudah berubah sejak digunakannya Sistem Kredit Semester SKS).
Seorang dosen menerima sekelompok mahasiswa dalam kelasnya yang terdiri atas
individu-individu. Tugas seorang dosen ialah mengajar sedemikian rupa agar
masing-masing individu itu berubah perilakunya dari belum atau tidak memahami,
menjadi memahami materi perkuliahannya. Jadi kalau masih banyak mahasiswa yang
belum dapat diluluskan, maka dosen itu belum berhasil dalam mengajar. Tidak ada
mahasiswa yang “bodoh”, apalagi sudah melalui seleksi ketat agar dapat masuk
perguruan tinggi. Dalam hal ini dosen tersebut harus introspeksi diri sendiri,
apakah ia sudah merencanakan pembelajaran dengan baik, apakah telah melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan rencana, apakah dosen memberi bimbingan bagi mahasiswa yang kurang cepat
belajar (menurut teori belajar, tidak ada manusia yang presis sama, ada yang
cepat dan ada yang agak lambat belajar), dan yang penting pula ialah apakah metode
asesmen dan evaluasi hasil belajar yang digunakan itu sahih (valid) dan
terpercaya (reliable).
Validitas (Validity) DAN KETERANDALAN
(RELIABILITY)
Untuk mengukur
dalamnya sumur digunakan meteran; demikian pula untuk mengukur berat suatu
benda digunakan timbangan. Meteran dan timbangan sebagai alat ukur tidak dapat
dipertukarkan untuk tujuan pemakaiannya. Hal ini menyangkut validitas
(validity) alat ukur, yang berlaku pula pada pengukuran keberhasilan
pembelajaran yaitu penggunaan instrumen atau alat yang sesuai dengan tujuan
pengukurannya. Instrumen ini hendalnya
juga dapat diandalkan (reliable) atau reprodusibel (reproducible), dalam arti
memberikan hasil sama pada setiap pengukuran, meskipun sampel yang diukur itu berbeda.
Dalam proses
belajar mengajar, bentuk asesmen yang absah atau valid ialah yang mengukur apa
yang seharusnya diukur, sebagai contoh:
- bukannya mengukur ingatan, jika yang harus diukur ialah pemecahan masalah, dan sebaliknya.
- tidak menilai seseorang mengenai kualitas tulisannya, apabila keterampilan menulis itu tidak relevan dengan topik yang akan diukur. Berbeda halnya jika tulisan memang merupakan salah satu aspek penilaian.
- dimaksudkan untuk mengukur sebanyak mungkin materi dan keterampilan, bukan hanya berdasarkan sejumlah kecil sampel (lihat pula keterandalan = reliability).
Sayang sekali,
tidak ada bentuk asesmen yang benar-benar absah (valid).
Keterandalan
(reliability) disebut juga keterulangan (replicability). Suatu asesmen yang
terandalkan akan memberikan hasil yang sama pada pengulangan, dan akan
menghasilkan hasil yang sama pada kelompok mehasiswa kelas paralel, sehingga
harus konsisten metode dan kriterianya.
Untuk Neng Lia ini cara menghitung jumlah soal agar proporsional dan Adil
Contoh Soal tahun yang lalu untuk neng Lia